SESAT

Senin, April 18, 2016 Pankratia Da Svit Kona- 0 Comments



Sebuah Cerpen #MariaPankratia

*Santarang Edisi Februari 2016

Ia memiliki banyak wajah dengan raga yang sama. Setiap wajah mengikuti khayalannya. 

Sekali waktu ia pernah termangu di tepi jalan, terkejut akibat dengung peluit seorang polisi yang sedang mengatur lalu lintas. Dalam diamnya yang cukup lama, ia seperti mengalami trance, memasuki tubuh polisi yang sedang melambaikan kedua tangannya seraya menyesap peluit dengan tekun. Hilir mudik rupa kota sekejap mata menjadi teratur, aman, seturut keinginannya, dan tentu saja harapan pengguna jalan raya yang begitu banyaknya. Ia senang, lalu pulang, dan membasuh badannya di kamar mandi penuh sukacita. Hari ini ia menjadi polisi yang berguna. Lagu anak-anak gubahan Ibu Sud yang dinyanyikan C h i l l a I r a w a n berkumandang sepanjang senja itu bersatu padu dengan guyuran air dan sabun di sekujur tubuhnya.

Pernah ia tepekur di sudut sebuah pusat perbelanjaan, seorang diri. Matanya nyalang m e m p e r h a t i k a n sepasang kekasih yang serius bertukar liur, jari jemari mereka berkaitan s a t u s a m a l a i n , sementara puluhan manusia berseliweran di sekitarnya. Seperti seseorang telah menghunuskan mantra, sekejap mata Ia mampu merasakan getir lidah sang laki-laki dengan nyata, liurnya masam, lebih masam daripada rokok terakhir yang ia jejalkan ke mulutnya. Jemari sang pria begitu dingin, seperti hendak mengatakan bahwa ia sedang khawatir. Khawatir sebentar lagi isi dompetnya akan habis terkuras. Kuluman terakhir berlalu dengan cepat bertepatan, dengan tajam matanya yang arogan untuk menunjukan bahwa ia superior. Wanita, apa pun kondisinya, adalah yang selalu benar, keinginannya harus selalu didengar. Seperti bubuhan pada akhir kalimat dari sebuah dialog sinetron, ―camkan itu!‖ Hari berakhir indah, lemari terisi wangi-wangi baru yang mahal. Ia bahagia, hari di mana ia menjadi sangat luar biasa. Dipuja-puja dan dicurahkan kepadanya segala.

Pagi ini, di sebuah sekolah, ia berlari sepanjang koridornya yang berlantai sungguh licin. Sol sepatunya bercicitan serupa cicit hewan pengerat yang tengah mengerubungi sepotong roti. Kedua tangannya sedang sibuk menenteng peralatan lokakarya. Ia senang membantu dan ia sedang dalam misi persahabatan. Sahabatnya—yang juga seorang motivator handal, begitu yang ia dengar dari orang-orang sekitar yang ia kenal, ia sendiri merasa sahabatnya itu biasa saja— akan mengadakan sebuah pelatihan “menarik” bagi siswa-siswi tahun terakhir di sekolah ini. Dalam perjalanannya menuju ruangan tempat kegiatan dilaksanakan, ia menjelma sahabatnya yang juga motivator itu. Ia mempersiapkan diri untuk tampil penuh kharisma. Orang-orang harus melihatnya sebagai makhluk yang berperangkat tubuh sama namun dengan isi kepala dan hati yang berbeda. Ia adalah yang istimewa dari kaumnya, dengan kemampuan memahami yang berlimpah, motivasi hidup tinggi, ketegasan mumpuni—bahkan ia sangat tegas pada diri sendiri—serta hati yang lemah lembut. Sepanjang kegiatan ia akan berdiri di depan mata siswa-siswi tersebut. Berbicara, membaca pikiran mereka tentang masa depan, lalu dengan luwes meneror mereka dengan pengalaman-pengalaman serta kebijakan-kebijakan yang ia punyai dari semesta ini. Bagian paling akhir dan penting adalah meyakinkan mereka bahwa mereka telah menjadi manusia super yang siap menghadapi tantangan hidup setelah mereka meninggalkan ruangan. Sehari lagi, ia akan pulang dengan perasaan bangga sebab telah membagikan tumpukan masa lalu yang patut diteladani dan merasa damai karena telah memperingatkan mereka melalui strategi dan kebajikan yang pernah ia lakukan. Padahal ia sendiri tahu, itu semua bullshit. Zaman berubah, masalah berbeda, solusi pun tak lagi sama!


***

Dini hari, di dalam ruangan sempit, ia diam meratapi wajah yang sesungguhnya. Ia mengembalikan semua wajah yang telah ia pinjam. Pada etalase tembus pandang, terpajang satu-satu wajah yang sudah ia pakai. Di jalanan, di pusat keramaian, di kuburan, di gereja, di masjid, di warung, di mana pun. Ia tergugu, tak satu pun wajah-wajah itu membuatnya benar-benar merasa bahagia karena ia terus menginginkan wajah-wajah berikut yang berdatangan. 

0 komentar: