Kalau Bukan Dilan, Jangan Jadi Orang Ende. Berat! [Bag. III. habis]
![]() |
Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Ende. Dok. Pribadi |
*Catatan cukup penting: Jika tampilan gambar di artikel ini kurang jelas, silakan klik dua kali.
Akhir tahun ini, saya menghabiskan waktu di Ibu Kota,
Jakarta. Sebut saja, ini perjalanan menguji kemampuan diri, menakar kualitas,
baik secara akademis maupun juga sebagai manusia yang tak pernah luput dari
kekurangan.
Saya bertemu banyak orang, yang entah mengapa, mereka adalah
orang-orang baik dan memberi kesan dengan caranya masing-masing.
Perjalanan ini berawal dari sebuah antusiasme yang
percayalah, saya sendiri tidak tahu datang dari mana sebenarnya.
Pagi itu, saya sedang bermalas-malasan di kasur kos Nana
Haibara sebab tak punya kesibukan apa pun. Pengangguran total. Mengecek beberapa
notifikasi di Grup What’s App, saya akhirnya menemukan pengumuman Tes CPNS pada
beberapa Kementrian di Republik Indonesia tercinta ini dari Grup Bali Blogger
Community. Pengumuman itu dibagikan oleh seorang teman Blog yang cukup tersohor
di kancah nasional, maka saya pastikan bukan hoax.
Ada pada daftar teratas, lowongan CPNS dari Kementrian BUMN.
Saya iseng membuka dan menelusuri kebutuhan formasi yang sesuai dengan latar
belakang pendidikan saya, Sarjana Ilmu Komunikasi. Mereka membutuhkan (3) Tiga
Analis Publikasi. Cukup menyesakkan tetapi kesempatan ini perlu dicoba.
Alasan lain,
yang membuat saya akhirnya memutuskan mengikuti seluruh proses tes cpns ini,
selain untuk mencoba peruntungan dan menakar diri seperti yang saya sebutkan di
paragraf awal, saya percaya sistem perekrutan CPNS di rezim ini, tak lagi
dibumbui hal-hal berbau Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme sebagaimana di
tahun-tahun lawas. Ketika, tidak semua orang bisa memiliki mimpi dan harapan
yang sama jika bukan berasal dari keluarga mampu atau memiliki garis keturunan
orang penting alias pejabat. Lagipula, syaratnya tak ribet seperti yang
sudah-sudah dan yang pernah saya bayangkan. Semuanya bisa dilakukan secara
online dari bilik bambu nan sendu.
Saat itu, saya masih berada di Kupang, saya harus ke Ende
untuk mengurus kembali KTP dan Kartu Keluarga yang blunder sebelumnya. Jika kamu
ingin tahu cerita mirisnya, bisa baca bagian I di sini: Kalau Bukan Dilan, Jangan Jadi Orang Ende. Berat! [Bagian I] dan lanjutan bagian II di sini: Kalau Bukan Dilan, Jangan Jadi Orang Ende. Berat! [Bagian II]
Dari Kupang ke Ende, saya berhutang kebaikan pada beberapa
kawan, sebab isi rekening sangat memprihatinkan. Beberapa hal yang patut saya
syukuri dan masih membuat saya tercengang hingga saat ini adalah, semuanya
berjalan sangat lancar dan tanpa hambatan, bantuan seperti datang dari berbagai penjuru.
E-KTP yang saya nanti-nantikan selama enam tahun, ternyata
sudah lama menginap di Kantor Lurah Paupire bersama kartu tanda penduduk milik
warga kelurahan yang lain, yang mungkin ketika ke Kantor Dispenduk untuk
memeriksa, tidak mendapatkan informasi yang memadai atau dikatakan belum jadi,
lalu memutuskan menunggu lagi dan tidak mau membuang-buang waktu mencari yang
belum tentu ada di Kantor Kelurahan. Saya dibantu Bibi saya, istri dari Om,
adik Ibu saya, yang kebetulan bekerja di Kantor Lurah Paupire (saya tidak
menduganya, pernah mendapatkan cerita ini dari Ibu, tetapi kemudian saya lupa).
![]() |
KTP AKOHHH... |
Kami mencarinya bersama-sama, satu demi satu di antara tumpukan ktp-ktp lain yang sebagian kondisinya mulai mengenaskan, seperti sebagian plastiknya terkelupas, saking lamanya dibiarkan di sana. Beberapa nama di ktp-ktp tersebut saya kenal baik, mereka adalah tetangga, kakak kelas dan adik kandung, anak ketiga dari ibu dan bapak saya. Yassss… hahahahahaha…
KTP dengan foto dekil
saya di zaman semester awal di Undiknas Denpasar tersebut, masih menampilkan
status saya sebagai Mahasiswa dengan masa berlaku hanya sampai pada hari ulang
tahun saya di tahun ini. HellTheWhat. (Di kemudian hari, ketika saya mengurus
Kartu Keluarga di Kantor Dispenduk Kabupaten Ende, saya mengkonsultasikan hal
ini. Petugas kemudian meminta saya membaca poin Undang-Undang yang ditempelkan
di pintu masuk ruangan, isinya seperti pada gambar di bawah ini).
![]() |
Lihat Poin 02 |
Selanjutnya mengurus Kartu Keluarga.
Kartu Keluarga saya, di awal tahun 2018 kemarin, direvisi
oleh adik saya demi beberapa urusan. Ketika Kartu Baru tersebut tercetak, nama
saya sebagai anak pertama telah hilang. Setelah saya mendatangi lagi Kantor
Dispenduk Kabupaten Ende beberapa waktu lalu, ternyata terjadi pendobelan NIK
akibat perekaman yang saya lakukan sebanyak dua kali sejak tahun 2012. Maka,
mau tak mau, status masih menjadi anak pertama dari kedua orang tua saya harus
segera dikembalikan kepada tempatnya.
Nah, pertemuan tak sengaja dengan Bibi saya yang bekerja di
Kantor Lurah Paupire tadi, sebenarnya berawal dari kedatangan saya ke kantor
untuk meminta tanda tangan Lurah pada formulir pengajuan kartu keluarga yang
telah saya lengkapi. Pada akhirnya formulir tersebut tidak digunakan oleh
petugas, sebab itu hanya digunakan saat mengurus Kartu Keluarga baru, bukan
untuk revisi. Perbincangan tentang KTP muncul secara tidak sengaja, yang
kemudian berakhir pada penemuan kartu tanda penduduk saya dan adik saya yang
telah lama mendekam di sana.
Saya ingat, saya memasang alarm pukul 05.30 pada pagi hari
Jumat 28 September 2018. Bangun lalu berangkat ke Kantor Dispenduk untuk mencatat
nama demi mendapatkan nomor antrian teratas, supaya bisa mendapatkan kesempatan
tercepat mengubah kartu keluarga tersebut. Saya mendapat nomor antrian (5)
Lima.
Setelah mencatat nama, saya kembali ke rumah untuk tidur lagi, sejam,
lalu bangun dan bersiap-siap berangkat lagi ke Kantor Dispenduk. Operasional
dimulai Pukul 08.00 pagi, yang yeah birokrasi di mana-mana, hanya judulnya saja
jam delapan. Pukul 09 lewat 15 menit baru nomor antrian pertama masuk. Belum lagi,
hanya antrian 1-5 yang boleh masuk dan menunggu di dalam ruangan, sisanya
silakan menadah panas atau meminta belas kasihan dari ranting dan dedauan pohon
mangga di depan ruangan. Saat tiba di dalam ruangan, pendingin ruangan seolah
tak berfungsi, hampir semua petugas memasang wajah seperti ingin membunuh. Ha-da-pi
dengan senyuman. Demikian.
![]() |
Sekalian rujakan, enak kali yakh..hihihi |
Sialnya, saya tidak memeriksa sebelumnya, bahwa selain nama
saya yang harus dimunculkan kembali, status pendidikan akhir saya juga harus
diperbaharui. Saya bukan lagi mahasiswi. Saya lupa membawa fotokopi Ijazah. Duh
berabe! Petugas Dispenduk yang saat itu membantu, menanyakan kepada saya,
apakah akan tetap dicetak tanpa mengubah status pendidikan? Saya tidak
diperbolehkan mencetak ulang kartu keluarga hingga tahun depan (2019). Ia menatap
saya dengan tajam dan memastikan bahwa saya tidak boleh mengubah pendirian
lagi. Dengan sedikit gugup, saya berpikir cepat, karena untuk tes CPNS hanya
dibutuhkan nomor kartu keluarga/NIK kepala keluarga, maka saya menjawab dengan
tidak masalah, silakan dicetak saja sesuai keterangan yang ada.
![]() |
Nomor Antrean akohhhh |
Saya pulang ke rumah
dengan isi kepala yang penuh, penuh dengan kemungkinan ini dan itu. Saya tidak
ingin hanya karena kesalahan yang sepele, tujuan yang cukup besar dan langka
untuk terjadi pada saya ini, malah jadi berantakan.
Sore hari, setelah mengajukan cetak ulang kartu keluarga
tersebut, saya ke sekolah. Maksud saya, Almamater. SMAK Syuradikara Ende
menyelenggarakan Reuni Akbar dalam rangka Ulang Tahun Sekolah yang ke-65. Di tengah
keramaian dan basa-basi antara para alumni, saya bertemu dengan K Norman
Soludale, salah satu anggota Syuradikara Bali Community. Saat itu, K Norman
tengah asik ngobrol bersama kawan-kawan angkatannya.
Saya kemudian dikenalkan
kepada dua orang yang paling dekat, salah satunya sungguh tidak asing di
ingatan saya. Namanya K Detty Paul. Rupanya, kaka nona adalah Petugas di Kantor
Dispenduk yang pagi tadi membantu saya mengurus cetak ulang Kartu Keluarga. Awalnya,
kaka nona sempat berkelit bahwa mungkin saya salah orang, barangkali kakaknya
ingin mengerjai saya atau bisa jadi tak ingin terbebani (sensitif kan gue
hihi). Akan tetapi, saya sulit melupakan wajah orang. Lupa nama, sering. Pada akhirnya
kaka nona mengakui dan kami terlibat obrolan panjang.
Pulang dari acara reuni tersebut, saya mengecek isi kertas keterangan
pengambilan cetak ulang kartu keluarga yang diberikan petugas siang tadi. Masih
tujuh hari lagi, saya baru boleh mengambil hasil cetak ulang. Masih banyak
waktu. Karena hari itu, hari Jumat, saya harus menunggu hingga hari Senin, jika
ingin membawa fotokopi ijazah untuk mengajukan tambahan perubahan.
Saya menanti Senin dengan berdebar-debar, saya bukan tipe
yang bisa memanfaatkan relasi dengan mudahnya, apa lagi baru pernah bertemu dua
kali. Tetapi, saya ingin tetap mencobanya, dengan asumsi proses pencetakan
ulang belum berlangsung karena setelah hari jumat, dua hari berikutnya bukan
hari kerja efektif. Berkas saya pasti masih dalam antrian. Jika pun permohonan
tambahan perubahan ini tidak diterima, hal terburuk yang akan saya hadapi
adalah amukan petugas dan diusir keluar ruangan. Gak sampai bikin mampus, malu
dikit ajah. Gak papalah.
Senin pagi 01 Oktober 2018, pukul 08.00 wita, saya kembali
ke kantor Dispenduk. Setelah mengumpulkan keberanian, saya nekat masuk ke dalam
ruangan sembari membawa fotokopi ijazah di tangan. Saya mengamati situasi dari
bangku depan, mencoba memperhitungkan beberapa hal, menunggu peluang untuk
langsung ke meja K Detty. Saya sempat ditanyakan oleh petugas lain yang ada di
situ, apakah sudah mengambil nomor antrian? Jika belum, silakan datang lagi
besok dengan prosedur yang sama yang telah saya lalui pada hari Jumat kemarin. Tentu
saja, itu akan memakan waktu yang sangat lama, padahal urusan saya tersisa
menyerahkan fotokopi ijazah terakhir ini.
![]() |
Suasana pagi hari nan cerah ceria di Kantor Dispenduk Kabupaten Ende, yeah... |
Peluang tersebut muncul sekitar lima belas menit kemudian,
setelah giliran konsultasi seorang ibu, saya melangkah cepat ke depan meja K
Detty. Kami tidak sempat berbasa-basi, entahlah barangkali sudah demikian
karakter beliau. Masih tetap profesional, kaka nona menanyakan apa keperluan
saya. Saya menjelaskan secara singkat padat dan jelas, sempat K Detty
menanyakan berkas-berkas saya yang lain, yang saya jawab dengan menunjukkan
kertas keterangan pengambilan yang ia berikan pada hari Jumat yang lalu. Tak butuh
waktu lama, ia mengecek beberapa hal, meminta fotokopi ijazah terakhir saya dan
selesai. Saya dipersilakan datang mengambil kartu keluarga yang telah direvisi,
sesuai jadwal pengambilan yang telah diinformasikan sebelumnya.
Dengan demikian
proses melamar PNS Kementrian BUMN sesuai rencana saya, bisa dimulai.
Berat bukan jadi orang Ende, yang di tahun 2018-2019 ini, kantor Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipilnya masih memakai gaya konvensional dalam melayani masyarakat
banyak. Padahal, boleh dikatakan, lembaga ini adalah jantung dari kehidupan
masyarakat sipil. Hari-hari ini, bagaimana kau bisa hidup tanpa indentitas dan
dokumen-dokumen pendukung? Bagaimana eksistensi dan kelancaran urusanmu dapat
terjamin dari kantor dengan ruang tunggunya seperti LAPAK PASAR INPRES
MBONGAWANI?! S E R I U S !!!
***
Ikuti terus cerita perjalanan akhir tahun saya di Blog ini!
Saya berniat menyicil cerita-cerita saya, pelan-pelan dari sekarang….
Doakan yah~
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKalo ironis harusnya tak boleh ketawa yak? haha, entete memang selucu itu Kaka 😆.
BalasHapusPunya saya akhirnya (harus) diselesaikan lewat jalur cepat 'tanggap' hubungan kekerabatan domestik sbab tak ada harapan di jalur 'kuat kita bersinar'. Smangat Kaka