Kalau Bukan Dilan, Jangan Jadi Orang Ende. Berat! [Bag. III. habis]

Rabu, Januari 16, 2019 Pankratia Da Svit Kona- 2 Comments





Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Ende. Dok. Pribadi

*Catatan cukup penting: Jika tampilan gambar di artikel ini kurang jelas, silakan klik dua kali.

Akhir tahun ini, saya menghabiskan waktu di Ibu Kota, Jakarta. Sebut saja, ini perjalanan menguji kemampuan diri, menakar kualitas, baik secara akademis maupun juga sebagai manusia yang tak pernah luput dari kekurangan.

Saya bertemu banyak orang, yang entah mengapa, mereka adalah orang-orang baik dan memberi kesan dengan caranya masing-masing.

Perjalanan ini berawal dari sebuah antusiasme yang percayalah, saya sendiri tidak tahu datang dari mana sebenarnya.

Pagi itu, saya sedang bermalas-malasan di kasur kos Nana Haibara sebab tak punya kesibukan apa pun. Pengangguran total. Mengecek beberapa notifikasi di Grup What’s App, saya akhirnya menemukan pengumuman Tes CPNS pada beberapa Kementrian di Republik Indonesia tercinta ini dari Grup Bali Blogger Community. Pengumuman itu dibagikan oleh seorang teman Blog yang cukup tersohor di kancah nasional, maka saya pastikan bukan hoax.

Ada pada daftar teratas, lowongan CPNS dari Kementrian BUMN. Saya iseng membuka dan menelusuri kebutuhan formasi yang sesuai dengan latar belakang pendidikan saya, Sarjana Ilmu Komunikasi. Mereka membutuhkan (3) Tiga Analis Publikasi. Cukup menyesakkan tetapi kesempatan ini perlu dicoba. 

Alasan lain, yang membuat saya akhirnya memutuskan mengikuti seluruh proses tes cpns ini, selain untuk mencoba peruntungan dan menakar diri seperti yang saya sebutkan di paragraf awal, saya percaya sistem perekrutan CPNS di rezim ini, tak lagi dibumbui hal-hal berbau Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme sebagaimana di tahun-tahun lawas. Ketika, tidak semua orang bisa memiliki mimpi dan harapan yang sama jika bukan berasal dari keluarga mampu atau memiliki garis keturunan orang penting alias pejabat. Lagipula, syaratnya tak ribet seperti yang sudah-sudah dan yang pernah saya bayangkan. Semuanya bisa dilakukan secara online dari bilik bambu nan sendu.

Saat itu, saya masih berada di Kupang, saya harus ke Ende untuk mengurus kembali KTP dan Kartu Keluarga yang blunder sebelumnya. Jika kamu ingin tahu cerita mirisnya, bisa baca bagian I di sini: Kalau Bukan Dilan, Jangan Jadi Orang Ende. Berat! [Bagian I] dan lanjutan bagian II di sini: Kalau Bukan Dilan, Jangan Jadi Orang Ende. Berat! [Bagian II]

Dari Kupang ke Ende, saya berhutang kebaikan pada beberapa kawan, sebab isi rekening sangat memprihatinkan. Beberapa hal yang patut saya syukuri dan masih membuat saya tercengang hingga saat ini adalah, semuanya berjalan sangat lancar dan tanpa hambatan, bantuan seperti datang dari berbagai penjuru.

E-KTP yang saya nanti-nantikan selama enam tahun, ternyata sudah lama menginap di Kantor Lurah Paupire bersama kartu tanda penduduk milik warga kelurahan yang lain, yang mungkin ketika ke Kantor Dispenduk untuk memeriksa, tidak mendapatkan informasi yang memadai atau dikatakan belum jadi, lalu memutuskan menunggu lagi dan tidak mau membuang-buang waktu mencari yang belum tentu ada di Kantor Kelurahan. Saya dibantu Bibi saya, istri dari Om, adik Ibu saya, yang kebetulan bekerja di Kantor Lurah Paupire (saya tidak menduganya, pernah mendapatkan cerita ini dari Ibu, tetapi kemudian saya lupa). 

KTP AKOHHH...

Kami mencarinya bersama-sama, satu demi satu di antara tumpukan ktp-ktp lain yang sebagian kondisinya mulai mengenaskan, seperti sebagian plastiknya terkelupas, saking lamanya dibiarkan di sana. Beberapa nama di ktp-ktp tersebut saya kenal baik, mereka adalah tetangga, kakak kelas dan adik kandung, anak ketiga dari ibu dan bapak saya. Yassss… hahahahahaha… 

KTP dengan foto dekil saya di zaman semester awal di Undiknas Denpasar tersebut, masih menampilkan status saya sebagai Mahasiswa dengan masa berlaku hanya sampai pada hari ulang tahun saya di tahun ini. HellTheWhat. (Di kemudian hari, ketika saya mengurus Kartu Keluarga di Kantor Dispenduk Kabupaten Ende, saya mengkonsultasikan hal ini. Petugas kemudian meminta saya membaca poin Undang-Undang yang ditempelkan di pintu masuk ruangan, isinya seperti pada gambar di bawah ini).


Lihat Poin 02

Selanjutnya mengurus Kartu Keluarga.

Kartu Keluarga saya, di awal tahun 2018 kemarin, direvisi oleh adik saya demi beberapa urusan. Ketika Kartu Baru tersebut tercetak, nama saya sebagai anak pertama telah hilang. Setelah saya mendatangi lagi Kantor Dispenduk Kabupaten Ende beberapa waktu lalu, ternyata terjadi pendobelan NIK akibat perekaman yang saya lakukan sebanyak dua kali sejak tahun 2012. Maka, mau tak mau, status masih menjadi anak pertama dari kedua orang tua saya harus segera dikembalikan kepada tempatnya.

Nah, pertemuan tak sengaja dengan Bibi saya yang bekerja di Kantor Lurah Paupire tadi, sebenarnya berawal dari kedatangan saya ke kantor untuk meminta tanda tangan Lurah pada formulir pengajuan kartu keluarga yang telah saya lengkapi. Pada akhirnya formulir tersebut tidak digunakan oleh petugas, sebab itu hanya digunakan saat mengurus Kartu Keluarga baru, bukan untuk revisi. Perbincangan tentang KTP muncul secara tidak sengaja, yang kemudian berakhir pada penemuan kartu tanda penduduk saya dan adik saya yang telah lama mendekam di sana.

Saya ingat, saya memasang alarm pukul 05.30 pada pagi hari Jumat 28 September 2018. Bangun lalu berangkat ke Kantor Dispenduk untuk mencatat nama demi mendapatkan nomor antrian teratas, supaya bisa mendapatkan kesempatan tercepat mengubah kartu keluarga tersebut. Saya mendapat nomor antrian (5) Lima. 




Setelah mencatat nama, saya kembali ke rumah untuk tidur lagi, sejam, lalu bangun dan bersiap-siap berangkat lagi ke Kantor Dispenduk. Operasional dimulai Pukul 08.00 pagi, yang yeah birokrasi di mana-mana, hanya judulnya saja jam delapan. Pukul 09 lewat 15 menit baru nomor antrian pertama masuk. Belum lagi, hanya antrian 1-5 yang boleh masuk dan menunggu di dalam ruangan, sisanya silakan menadah panas atau meminta belas kasihan dari ranting dan dedauan pohon mangga di depan ruangan. Saat tiba di dalam ruangan, pendingin ruangan seolah tak berfungsi, hampir semua petugas memasang wajah seperti ingin membunuh. Ha-da-pi dengan senyuman. Demikian.

Sekalian rujakan, enak kali yakh..hihihi

Sialnya, saya tidak memeriksa sebelumnya, bahwa selain nama saya yang harus dimunculkan kembali, status pendidikan akhir saya juga harus diperbaharui. Saya bukan lagi mahasiswi. Saya lupa membawa fotokopi Ijazah. Duh berabe! Petugas Dispenduk yang saat itu membantu, menanyakan kepada saya, apakah akan tetap dicetak tanpa mengubah status pendidikan? Saya tidak diperbolehkan mencetak ulang kartu keluarga hingga tahun depan (2019). Ia menatap saya dengan tajam dan memastikan bahwa saya tidak boleh mengubah pendirian lagi. Dengan sedikit gugup, saya berpikir cepat, karena untuk tes CPNS hanya dibutuhkan nomor kartu keluarga/NIK kepala keluarga, maka saya menjawab dengan tidak masalah, silakan dicetak saja sesuai keterangan yang ada.

Nomor Antrean akohhhh

 Saya pulang ke rumah dengan isi kepala yang penuh, penuh dengan kemungkinan ini dan itu. Saya tidak ingin hanya karena kesalahan yang sepele, tujuan yang cukup besar dan langka untuk terjadi pada saya ini, malah jadi berantakan.

Sore hari, setelah mengajukan cetak ulang kartu keluarga tersebut, saya ke sekolah. Maksud saya, Almamater. SMAK Syuradikara Ende menyelenggarakan Reuni Akbar dalam rangka Ulang Tahun Sekolah yang ke-65. Di tengah keramaian dan basa-basi antara para alumni, saya bertemu dengan K Norman Soludale, salah satu anggota Syuradikara Bali Community. Saat itu, K Norman tengah asik ngobrol bersama kawan-kawan angkatannya.

Saya kemudian dikenalkan kepada dua orang yang paling dekat, salah satunya sungguh tidak asing di ingatan saya. Namanya K Detty Paul. Rupanya, kaka nona adalah Petugas di Kantor Dispenduk yang pagi tadi membantu saya mengurus cetak ulang Kartu Keluarga. Awalnya, kaka nona sempat berkelit bahwa mungkin saya salah orang, barangkali kakaknya ingin mengerjai saya atau bisa jadi tak ingin terbebani (sensitif kan gue hihi). Akan tetapi, saya sulit melupakan wajah orang. Lupa nama, sering. Pada akhirnya kaka nona mengakui dan kami terlibat obrolan panjang.

Pulang dari acara reuni tersebut, saya mengecek isi kertas keterangan pengambilan cetak ulang kartu keluarga yang diberikan petugas siang tadi. Masih tujuh hari lagi, saya baru boleh mengambil hasil cetak ulang. Masih banyak waktu. Karena hari itu, hari Jumat, saya harus menunggu hingga hari Senin, jika ingin membawa fotokopi ijazah untuk mengajukan tambahan perubahan.

Saya menanti Senin dengan berdebar-debar, saya bukan tipe yang bisa memanfaatkan relasi dengan mudahnya, apa lagi baru pernah bertemu dua kali. Tetapi, saya ingin tetap mencobanya, dengan asumsi proses pencetakan ulang belum berlangsung karena setelah hari jumat, dua hari berikutnya bukan hari kerja efektif. Berkas saya pasti masih dalam antrian. Jika pun permohonan tambahan perubahan ini tidak diterima, hal terburuk yang akan saya hadapi adalah amukan petugas dan diusir keluar ruangan. Gak sampai bikin mampus, malu dikit ajah. Gak papalah.

Senin pagi 01 Oktober 2018, pukul 08.00 wita, saya kembali ke kantor Dispenduk. Setelah mengumpulkan keberanian, saya nekat masuk ke dalam ruangan sembari membawa fotokopi ijazah di tangan. Saya mengamati situasi dari bangku depan, mencoba memperhitungkan beberapa hal, menunggu peluang untuk langsung ke meja K Detty. Saya sempat ditanyakan oleh petugas lain yang ada di situ, apakah sudah mengambil nomor antrian? Jika belum, silakan datang lagi besok dengan prosedur yang sama yang telah saya lalui pada hari Jumat kemarin. Tentu saja, itu akan memakan waktu yang sangat lama, padahal urusan saya tersisa menyerahkan fotokopi ijazah terakhir ini.

Suasana pagi hari nan cerah ceria di Kantor Dispenduk Kabupaten Ende, yeah...

Peluang tersebut muncul sekitar lima belas menit kemudian, setelah giliran konsultasi seorang ibu, saya melangkah cepat ke depan meja K Detty. Kami tidak sempat berbasa-basi, entahlah barangkali sudah demikian karakter beliau. Masih tetap profesional, kaka nona menanyakan apa keperluan saya. Saya menjelaskan secara singkat padat dan jelas, sempat K Detty menanyakan berkas-berkas saya yang lain, yang saya jawab dengan menunjukkan kertas keterangan pengambilan yang ia berikan pada hari Jumat yang lalu. Tak butuh waktu lama, ia mengecek beberapa hal, meminta fotokopi ijazah terakhir saya dan selesai. Saya dipersilakan datang mengambil kartu keluarga yang telah direvisi, sesuai jadwal pengambilan yang telah diinformasikan sebelumnya. 

Dengan demikian proses melamar PNS Kementrian BUMN sesuai rencana saya, bisa dimulai.

Berat bukan jadi orang Ende, yang di tahun 2018-2019 ini, kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipilnya masih memakai gaya konvensional dalam melayani masyarakat banyak. Padahal, boleh dikatakan, lembaga ini adalah jantung dari kehidupan masyarakat sipil. Hari-hari ini, bagaimana kau bisa hidup tanpa indentitas dan dokumen-dokumen pendukung? Bagaimana eksistensi dan kelancaran urusanmu dapat terjamin dari kantor dengan ruang tunggunya seperti LAPAK PASAR INPRES MBONGAWANI?! S E R I U S !!!

***

Ikuti terus cerita perjalanan akhir tahun saya di Blog ini! Saya berniat menyicil cerita-cerita saya, pelan-pelan dari sekarang….

Doakan yah~

2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Kalo ironis harusnya tak boleh ketawa yak? haha, entete memang selucu itu Kaka 😆.
    Punya saya akhirnya (harus) diselesaikan lewat jalur cepat 'tanggap' hubungan kekerabatan domestik sbab tak ada harapan di jalur 'kuat kita bersinar'. Smangat Kaka

    BalasHapus