Membahana di Borneo #OMK \m/

Rabu, Desember 05, 2012 Pankratia Da Svit Kona- 0 Comments

PART II. Hari Keberangkatan :)

Hari telah dimulai lagi, Sabtu yang hangat ketika saya menuju Kos untuk mempersiapkan keberangkatan setelah semalaman menjaga teman saya di RS. Sanglah yang baru saja menyelesaikan operasi usus buntu. Sedikit terburu-buru dan mecoba mengingat kebutuhan yang belum ada, saya kemudian di antar adik saya menuju keuskupan. Tiba di keuskupan, sudah banyak kawan-kawan peserta yang datang sambil menenteng bagasi masing-masing. Sebagai koordinator kontingen saya mesti mengecheck perlengkapan lain seperti barang-barang pameran dan jaket yang belum dibagikan. Beberapa barang masih saya tinggalkan di Kos dan salib IYD masih ditinggalkan di Ruang Sekretariat OMK PRKKD, maka saya harus mengambilnya kembali. Dengan bantuan Andi (Tangeb) dan Rio (kuta) kami mencuri waktu sebentar untuk membawa semua perlengkapan tersebut ke Keuskupan. Jaket telah dibagikan meski dengan sedikit insiden karena adanya perbedaan ukuran dan kekurangan jumlah. Kontingen keuskupan Denpasar berangkat setelah didoakan dan dilepas Bapa Uskup sendiri. Ada tiga mobil yang mengantarkan kami menuju Bandara Ngurah Rai.
Tiba di Bandara, kami berkumpul dahulu tepat di depan pintu masuk untuk membagikan boarding pass dan melaju menuju loket Check In Garuda Airlines. Menggunakan GA470 kami akan berangkat menuju Jakarta terlebih dahulu dan untuk selanjutnya GA 508 akan mengantarkan kami ke Pontianak. Butuh satu jam untuk check in seluruh peserta kemudian menuju Pintu 16 lalu naik ke pesawat. Kami meninggalkan Bali.
Tiba di Jakarta, udara lebih gerah meski matahari tak nampak jelas di ubun-ubun. Keramaian Bandara International Soekarno Hatta membuat orang seperti saya menjadi pening dan jengah, karena saya tidak terlalu menyukai keramaian. Waktu transit kami lumayan lama, kurang lebih lima jam. Bingung harus menghabiskannya dengan melakukan apa, kemudian ada SMS dari kawan lama yang kebetulan menetap di Jakarta dan mengajak ketemu. Namanya Monic, OMK Mataram. Masa menanti itu kami habiskan dengan makan dan ngobrol, seluruh peserta kontingen di jamu oleh K’Hiro dan Romo Komkep di RM. Solaria. Ada yang menarik dari Restaurant ini. Design ruangannya yang unik, seperti campuran ethnic Jawa dan gaya minimalis modern. Ada satu dinding yang dilapisi bungkusan kain bercorak batik. Saat membayangkan tahap pengerjaannya saya hanya bisa berdecak kagum. Pemiliknya memiliki selera yang luar biasa dan sabar mengerjakannya. Pukul 5 sore kami semua kembali ke terminal F melakukan boarding untuk keberangkatan berikutnya. Akan tetapi kami harus menunggu lagi selama dua jam karena pesawat yang kami tumpangi delay. Menghabiskan waktu dengan bercanda, bermain dan bernyanyi bersama adalah salah satu bentuk kebersamaan yang tidak akan kami lupakan. Benarlah, ada hikmah dari setiap peristiwa. Pukul 8 Malam, kami naik ke pesawat udara menuju Pontianak. Ada kegelapan di atas udara saat itu yang justru membuat semangat saya tetap bernyala. Pukul 9 malam waktu indonesia barat kami tiba di Bandara Supadio, Pontianak Kalimantan Barat. Disambut hangat oleh Panitia setempat yang telah lama menunggu dengan berbagai atribut Budaya Kalimantan. Unik! Dan seperti biasa, mata saya jelalatan untuk hal serupa ini. Kami langsung di antar ke Sekretariat Panitia IYD di Pontianak. Kami adalah kontingen terakhir yang tiba di Pontianak. Makan malam disediakan, otot direnggangkan dan bersiap untuk perjalanan berikutnya. Meskipun lelah mulai merajalela kami masih harus menempuh 6jam perjalanan lagi menggunakan Damri menuju Beduai, Paroki dimana kami akan melaksanakan Live In. Luar biasa, ternyata sudah ada dua orang kawan yang langsung dari Paroki Beduai datang menjemput kami. Wina dan Ivo. Sambil menyelesaikan makan malam, Name tag dan Buku Acara untuk peserta dibagikan. Pukul 11 Malam Waktu Pontianak tentu saja, Damri yang memuat kontingen kami meluncur menuju Beduai. Perjalanan berlangsung aman terkendali, diselingi gelak tawa kawan-kawan yang sepertinya belum lelah juga. Dan waow, sungai Kapuas. Mungkin pekat malam tidak dapat menyuguhkan komposisi yang diharapkan mata akan tetapi melihat pantulan cahaya lampu pada pinggiran sungai yang cukup ramai, tak ayal hati bergumam kagum. Panjang dan lebar, selebar jembatan yang kami lewati.
Malam panjang ini pun di mulai di Batang Tara. Sebuah Paroki yang termasuk dalam Keuskupan Sanggau juga. Yang di pagari sebuah bukit dan dihiasi hijau rumput serta dedaunan belaka. Dingin malam yang pekat membuat saya harus keluar dan membuang air terlebih dahulu. Saya dan semua kawan-kawan berpikir ini hanyalah perhentian sementara meskipun pak sopir dan kernetnya sudah mulai ragu dan mengeluh bahwa Mesin tidak bisa di ajak kompromi alias mogok. Kurang lebih satu jam kami berhenti dan mengunyah jagung, pisang, pie susu bekal dari Pontianak sementara kawan-kawan pria bersama pak sopir berusaha memperbaiki kondisi Damri dengan mendorongnya beramai-ramai. Tak ada perubahan yang menjamin. Di Beduai para calon orang tua angkat kami, umat dan Pastor Paroki sudah tak sabar menanti. Berkali-kali handphone Wina berdenging, menyatakan kerisauan yang sangat. Hingga pukul 1 Malam, Damri tetap tidak bisa dijalankan. Gerimis dan tanah basah menemani kami semua, gilaaaa ini pengalaman paling gilaaaa seumur hidup saya. Dini hari WAKTU INDONESIA BARAT, mengalami macet dan mogok bersama kawan-kawan Laskar IYD Keuskupan Denpasar, dalam perjalanan menuju Sanggau yang tentu saja berada di salah satu titik di PULAU KALIMANTAN. Mahallllll Gilaaaaa!!! Dengan apapun semua letih dan kebahagiaan ini tak akan terbayar dan berlaku sekali ini saja seumur hidup \m/
Kami sempat mendaraskan satu peristiwa kontas (Rosario) dipimpin oleh Nona (FX. Kuta), Pak sopir sudah pasrah dan Wina akhirnya menyerah kemudian menyarankan kita untuk menginap saja di Paroki terdekat yang ternyata SANGAT DEKAT dari tempat Damri yang kami tumpangi mogok. Pastor Paroki Batang Tara mempersilahkan kami dengan murah hati bergabung bersama kawan-kawan peserta IYD dari Purwekerto yang ternyata akan mengadakan Live In di Paroki tersebut.
Gelap masih memekat di penghujung malam, sebentar lagi akan tiba pagi. Beberapa teman peserta sudah pulas terlelap karena raga yang tak lagi mampu bertahan, satu dua kawan masih bercerita sambil berbisik-bisik. Saya masih dipijit Frans (Palasari) karena seperti biasa, saya mudah terserang masuk angin apalagi dingin yang sangar ini membuat saya lemas tak bersemangat. Pukul 3 dini hari barulah saya terlelap dan bermimpi sedikit aneh tapi yah sudahlah itu akibat dari kelelahan yang total.

0 komentar: