TULISAN II. Ndawi Lima (^^)

Kamis, Februari 09, 2012 Pankratia Da Svit Kona- 3 Comments

(It should be the post of 30 January 2012 for #Lomba10HariNge-Blog FC Blogger NTT T.T)
*Pada Pos yang ini harusnya saya menulis sesuatu tentang NTT.
Hm... saya masih mencari Topik yang tepat untuk ini, sabar itu perlu.. :)



( Sebuah Paket 'Mengais Memory dan Rindu Rumah' NAPAK TILAS KOTA ENDE - DARI PIJAK BOLA MATA MARIA PANKRATIA #Edisi : Puber Menulis *labil positive* :p )

















Akhirnya saya menemukan topik yang tepat untuk judul ini. Tentu saja setelah semangat bercerita tentang kehidupan jaman masih jadi anak rumahan dulu bersama seorang kawan dekat saya. Pamer dikit-dikit bolehlah, bagaimana Orang Ende punya tradisi sendiri dalam menjalani kebersamaan setiap hari. Adapun yang ingin saya tuliskan pada postingan ini *bahasanya juauh,,,,,* adalah sebagai berikut :

#Kebiasaan atau Tradisi Masyarakat / People’s Habits di Ende – Flores dan NTT pada umumnya.

Hal ini mungkin terbilang sederhana di jaman sekarang. Lo bakal dikatain “norak, kampungan dan sebagainya” Namun tanpa kita sadari kebiasaan-kebiasaan “ini” yang suatu saat akan sangat kita rindukan karena semakin lama semakin jarang berlaku, manusia lebih senang meng-individual-kan diri mereka ketimbang repot-repot mikirin orang lain jika tidak mana bisa muncul istilah “Rempong deh…” wkwkwkwkwkw…. Sejujurnya, aktivitas-aktivitas masyarakat kita ini “indah” saya pernah dan masih selalu ingin menjadi bagian dari aktivitas atau kebiasaan ini. Diantaranya :

*> Berbagi penganan atau makanan

Dulu, jika di rumah Ibu memasak makanan lebih atau istilah kita “MASAK BESAR, MASAK BANYAK, MAKAN ENAK” hehehe…. Nah makanan yang sudah siap disantap itu tidak akan langsung dihidangkan. Sebagian dipisahkan untuk Nenek Moyang (istilah kita orang lio, pati ka ata mata) dan sebagian lagi untuk para tetangga yang rumahnya berdekatan. Semangkuk seperti mangkuk bakso saja itu tidak masalah, yang terpenting bahwa kebahagiaan dalam rumah hari ini juga dirasakan oleh orang diluar rumah. Orang yang berada di lingkungan sekitar yang setiap hari bertemu, menyapa, dan berbagi dengan kita :)

*>Berbagi buang tangan atau oleh-oleh dari kampong

Masih ingat??? Dahulu, setelah kembali dari kampung halaman meskipun sedikit buah tangan yang dibawa atau seberapa karung ubi/jagung/beras merah yang di boyong pulang, mama dan bapa pasti sempatkan waktu untuk membagi-baginya secara merata kepada para tetangga. Kami anak-anak adalah Free Delivery Teenager yang dengan riang mengantarkannya ke setiap rumah sambil tak lupa menabur senyum dengan muka yang berlumuran lumpur kadang-kadang. *Masih saya ingat wajah para tetangga yang sedikit terkejut dan sumringah menerima sambil tak lupa mengucapkan TERIMA KASIH, Mersi..^^* adakah kebiasaan yg 'katanya' konyol ini bertahan sampai sekarang?

*>Wurmana

Kebiasaan ini dinilai buruk jaman sekarang dan perlahan dikurangi atau dihilangkan jika bisa karena sebagian besar orang yang melakukan Wurmana atau saling membalas memberikan “SESUATU” menjadi tidak memiliki prioritas alias lebih banyak memprioritaskan harta untuk membayar wurmana daripada membayar pendidikkan dan kebutuhan rumah tangga mereka sendiri. Wurmana sendiri sebenarnya adalah Tradisi Masyarakat dimana apabila salah satu anggota masyarakatnya mengadakan upacara tertentu maka masyarakat lain diharuskan membawa BERAS, SARUNG, HEWAN BESAR atau KECIL untuk membantu mensukseskan acara tersebut. Barang atau hewan yang dibawa tersebut akan dicatat oleh Tuan Pesta atau yang memiliki hajatan. Tiba saatnya dia akan membalas pemberian tersebut dengan jumlah dan kuota serta kondisi yang tidak jauh berbeda alias sama persis. Menjadi beban tersendiri bukan? Seniman kota Ende, Eman Bata Dede karena kepeduliannya akan Masyarakat setempat mengabadikannya dalam sebuah lagu yang berjudul sama (kalo tidak salah) “WURMANA”….

Tapi yang ingin saya ceritakan disini adalah WURMANA Ikhlas, tanpa perhitungan apapun. Jadi karena saya bingung istilahnya apa sebenarnya yang paling pas “Tolong menolong, Gotong royong atau Saling membantu” hahahhaa.. di Ende, jika ada keluarga atau tetangga mengadakan hajatan. Entah Pesta Nikah, Sambut Baru atau Orang Meninggal. Beberapa hari sebelum acara digelar, Tuan Pesta akan mendatangi masing-masing rumah untuk menyampaikan permintaan tolong datang membantu secara lisan. Hal ini seperti “baku” bahkan tanpa pemberitahuan pun kita merasa WAJIB untuk datang karena hubungan keterikatan yang kadang kita sendiri tidak begitu mengerti. Hehe.. Entahlah saya bingung menggambarkannya, biarkan saja seperti itu. …

Maka pada hari H saat acara akan dilangsungkan, biasanya siang hari sebelum puncak acara pada malam hari. Kita datang beramai-ramai membawa BASKOM LORENG (di rumah mama punya hampir tiga baskom tersebut untuk berjaga-jaga) berisi beras, gula, kopi, lilin (kalo orang meninggal), dan tentu saja PISAU untuk membantu memotong sayuran, rempah-rempah yang dipakai memasak pada acara tersebut. Karena dahulu tidak ada catering makanan atau warung makan menerima pesanan nasi kotak seperti jaman sekarang. Ckckckckck.

*>Minu Ae Petu

Kalo yang ini kurang lebih sama seperti Wurmana, namun biasanya cukup dengan UNDANGAN tanpa ada pemberitahuan lisan. (Adat kita meyakini : Pemberitahuan lisan jauh lebih dihargai daripada Undangan. Sebagus apapun rupa Undangan tersebut ^^ )

Jika ada kebutuhan tertentu dari yang mengadakan “minu ae petu” seperti Pasangan yang akan menikah, Anak yang akan berangkat jauh untuk merantau atau bersekolah tinggi, atau juga karena yang bersangkutan sedang membutuhkan uang untuk membayar belis (mas kawin) pasangannya. Kita diharapkan datang membawa sesuatu secara sukarela, paling seringnya “UANG” , berapapun nominalnya. Yang dilihat dari sini adalah Niat, Keikhlasan kita untuk sepenanggungan dengan orang yang mengadakan “Minu Ae Petu” tersebut.
Minu ae petu sendiri secara harafiah berarti “minum air panas” karena pada saat acara berlangsung kita akan disuguhkan Teh Panas, Kopi Panas (Cuma dua pilihan itu) dan penganan seadanya (Tidak ada makanan besar atau makan nasi) entahlah, apakah kebiasaan ini masih ada sekarang atau sudah mengalami perubahan karena Iklan Minuman sepertinya makin banyak dan menarik. (nanti namanya berubah donk, masa MINU EXTRA JOS) wkwkwkwkw…

*> Leis Hewan

Entahlah kata leis ini berasal darimana dulunya dan apa makna sebenarnya. Kata LEIS umum digunakan apabila ada keluarga yang ingin membunuh hewan dan menjualnya kepada masyarakat sekitar. Hal-hal yang berhubungan dengan kebiasaan ini, antara lain :

1. Kebiasaan leis hewan ini berlaku pada hewan-hewan sedang dan besar saja. Seperti BABI, KAMBING, KERBAU, SAPI (Masa mau leis ayam? Sapa dapat sapa tidak tuh, wkwkwkwkw)

2. Kebiasaan leis biasa terjadi saat mendekati HARI RAYA tertentu seperti NATAL, PASKAH, dan IDUL FITRI

3. Daging yang dijual tidak berupa Kiloan atau Ons seperti di pasar. Tapi per-KUMPUL.

4. System penjualannya adalah, YANG ME-LEIS hewan akan mendatangi rumah satu per satu seminggu sebelum daging di leis, menyampaikan niatnya dan membawa serta buku catatan untuk mencatat nama dan jumlah yang hendak di beli.

5. Biasanya UANG LEIS akan dibayar satu bulan setelah daging di LEIS (alias Ngutang,hihi)

6. Biasanya ada request tertentu dari yang membeli “bilang bapa e, minta dengan darahnya, hatinya, kakinya, jangan ada lemaknya”…macam-macam lah…hahahaha

Jadi kawan-kawan sekalian, lima kebiasaan ini yang terlintas di ingatan saya dan terkadang saya sangat MATI RINDU ingin mengulang semua kebiasaan ini. Jika kawan-kawan sekalian memiliki memory yang lebih canggih dari saya, Mai si… kita sharing disini ajah…. Hehehe…. Salam Flobamora!



3 komentar:

  1. hahahaha....
    penonton kecewa, tapi mungkin memang harus sabar

    BalasHapus
  2. Free Delivery Teenager , tergelitik. :D

    BalasHapus
  3. Wah,Leis Hewan tuh sama sudah dgn yg di Sumba.
    hehhehehe..saya juga bingung itu kata darimana??!!!
    Trus,Free Delivery Teenager tuh.
    Jadi ingat masa lalu..
    ada leis hewan,paling semangat antar2..hahhaa
    Nice post,sist^^

    BalasHapus