If I'm Balinese.. Could I?

Jumat, Maret 23, 2012 Pankratia Da Svit Kona- 0 Comments

Pengantar :

Nyepi

(Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)

Hari Raya Nyepi adalah hari raya umat Hindu yang dirayakan setiap tahun Baru Saka. Hari ini jatuh pada hitungan Tilem Kesanga (IX) yang dipercayai merupakan hari penyucian dewa-dewa yang berada di pusat samudera yang membawa intisari amerta air hidup. Untuk itu umat Hindu melakukan pemujaan suci terhadap mereka.

Nyepi berasal dari kata sepi (sunyi, senyap). Hari Raya Nyepi sebenarnya merupakan perayaan Tahun Baru Hindu berdasarkan penanggalan / kalender caka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Tidak seperti perayaan tahun baru Masehi, Tahun Baru Saka di Bali dimulai dengan menyepi. Tidak ada aktifitas seperti biasa. Semua kegiatan ditiadakan, termasuk pelayanan umum, seperti Bandar Udara Internasional pun tutup, namun tidak untuk rumah sakit.

Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, untuk menyucikan Bhuana Alit (alam manusia / microcosmos) dan Bhuana Agung/macrocosmos (alam semesta). Sebelum Hari Raya Nyepi, terdapat beberapa rangkaian upacara yang dilakukan umat Hindu, khususnya di daerah Bali.

Melasti, Tawur (Pecaruan), dan Pengrupukan
Tiga atau dua hari sebelum Nyepi, umat Hindu melakukan Penyucian dengan melakukan upacara Melasti atau disebut juga Melis/Mekiyis. Pada hari tersebut, segala sarana persembahyangan yang ada di Pura (tempat suci) di arak ke pantai atau danau, karena laut atau danau adalah sumber air suci (tirta amerta) dan bisa menyucikan segala leteh (kotor) di dalam diri manusia dan alam. Sehari sebelum Nyepi, yaitu pada "tilem sasih kesanga" (bulan mati yang ke-9), umat Hindu melaksanakan upacara Buta Yadnya di segala tingkatan masyarakat,mulai dari masing-masing keluarga,banjar,desa,kecamatan dan seterusnya, dengan mengambil salah satu dari jenis-jenis caru (semacam sesajian) menurut kemampuannya. Buta Yadnya itu masing-masing bernama Pañca Sata (kecil), Pañca Sanak (sedang), dan Tawur Agung (besar). Tawur atau pecaruan sendiri merupakan penyucian/pemarisuda Buta Kala, dan segala leteh (kekotoran) diharapkan sirna semuanya. Caru yang dilaksanakan di rumah masing-masing terdiri dari nasi manca (lima) warna berjumlah 9 tanding/paket beserta lauk pauknya, seperti ayam brumbun (berwarna-warni) disertai tetabuhan arak/tuak. Buta Yadnya ini ditujukan kepada Sang Buta Raja, Buta Kala dan Batara Kala, dengan memohon supaya mereka tidak mengganggu umat. Mecaru diikuti oleh upacara pengerupukan, yaitu menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh. Tahapan ini dilakukan untuk mengusir Buta Kala dari lingkungan rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar. Khusus di Bali, pengrupukan biasanya dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan Buta Kala yang diarak keliling lingkungan, dan kemudian dibakar. Tujuannya sama yaitu mengusir Buta Kala dari lingkungan sekitar.

Puncak acara Nyepi
Keesokan harinya, yaitu pada 'pinanggal pisan,sasih Kedasa (tanggal 1,bulan ke-10), tibalah Hari Raya Nyepi sesungguhnya. Pada hari ini suasana seperti mati. Tidak ada kesibukan aktifitas seperti biasa. Pada hari ini umat Hindu melaksanakan "Catur Brata" Penyepian yang terdiri dari amati geni (tiada berapi-api/tidak menggunakan dan atau menghidupkan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak mendengarkan hiburan). Serta bagi yang mampu juga melaksanakan tapa,brata,yoga dan semadhi. Demikianlah untuk masa baru, benar-benar dimulai dengan suatu halaman baru yang putih bersih. Untuk memulai hidup dalam tahun baru Caka pun, dasar ini dipergunakan, sehingga semua yang kita lakukan berawal dari tidak ada,suci dan bersih. Tiap orang berilmu (sang wruhing tattwa jñana) melaksanakan brata (pengekangan hawa nafsu), yoga ( menghubungkan jiwa dengan paramatma (Tuhan), tapa (latihan ketahanan menderita), dan samadi (manunggal kepada Tuhan, yang tujuan akhirnya adalah kesucian lahir batin). Semua itu menjadi keharusan bagi umat Hindu agar memiliki kesiapan batin untuk menghadapi setiap tantangan kehidupan di tahun yang baru.

Ngembak Geni (Ngembak Api)
Rangkaian terakhir dari perayaan Tahun Baru Saka adalah hari Ngembak Geni yang jatuh pada "pinanggal ping kalih" (tanggal 2) sasih kedasa (bulan X). Pada hari ini Tahun Baru Saka tersebut memasuki hari kedua. Umat Hindu melakukan Dharma Shanti dengan keluarga besar dan tetangga, mengucap syukur dan saling maaf memaafkan (ksama) satu sama lain, untuk memulai lembaran tahun baru yang bersih. Inti Dharma Santi adalah filsafat Tattwamasi yang memandang bahwa semua manusia diseluruh penjuru bumi sebagai ciptaan Ida Sanghyang Widhi Wasa hendaknya saling menyayangi satu dengan yang lain, memaafkan segala kesalahan dan kekeliruan. Hidup di dalam kerukunan dan damai.Menyenangkan saat saya sedang mengalaminya dan saya mampu menggambarkannya dalam postingan ini. Entah akan sesuai ataupun sedikit tidak sinkron dengan makna seharusnya, mari membacanya saja dulu...

***

H-2 Silence Day in Bali-Melasti

Malam itu dengan tenaga dan pikiran yang masih tersisa kurang lebih 30% untuk melanjutkan perjalanan ke Gereja sebab ada latihan tablo. Lesu saya menantikan Angkutan umum di tempat ngetem-nya yang biasa namun tidak ada satupun angkot yang parkir disitu sementara hujan perlahan turun. Dilema Hujan. Lagi2. Seperti puisi saya sebelumnya "saya suka hujan namun resiko menyukainya sungguhlah tidak bisa mengendalikan emosi saya" hm...Okeh lanjutt...

Tiba-tiba dari arah kanan jalan muncul serombongan orang yang berpakaian khas daerah Bali, para wanita berkebaya putih dan ber-kamben putih lengkap dengan gebogan-nya sementara para lelaki menangkup payung tepat diatas hm.. saya lupa apa tepat namanya seperti sesajen juga namun dipenuhi bunga. Kondisi saat itu adalah rintik hujan mulai bervolume besar, mungkin diskalakan kecepatan 40KM/Jam untuk sebuah sepeda motor namun dengan jarak tempuh sejauh itu menuju Pura Utama sambil memikul gebogan maupun sesajen sambil Me-Kidung plus Alat musik berat seperti Gong dll rombongan ini tetap bersemangat dan antusias. Tak tampak lelah bahkan terlintas di pikiran sepertinya tidak. If I'm Balinese...(",)Daripda menunggu lama angkot yang tidak muncul juga, saya memutuskan berjalan beriringan dengan rombongan ini. Tepat disamping para kaum lelaki yang memainkan gamelan bleganjur ditingkahi kidung yang membuat suasana saat itu begitu kyusuk meskipun semua berlangsung di jalanan yang cukup ramai (Traffic light Benoa-Bali). Saya kemudian teringat Prosesi Semana Santa di Larantuka yang pernah saya ikuti baru sekali dalam seumur hidup saya. Wah, semua didunia ini memiliki citra dan maknanya masing-masing. Alangkah baiknya jika kita mampu menikmati semua itu dengan tepat.

Ritual ini dinamakan "Melasti" yang biasa dilakukan dua hari sebelum Nyepi. Melasti adalah kegiatan ritual yang bermakna membersihkan "pratima" dan benda yang disakralkan ke laut. Kegiatan ini diwariskan secara turun temurun di agama Hindu. Umat yang melakukan prosesi melasti tersebut membawa sesaji dan peralatan suci (arca atau pratima), sembari diiringi dengan musik gamelan bleganjur atau alunan musik tradisional khas umat Hindu. Prosesi melasti di Agama Hindu adalah kegiatan menyucikan pratima menjelang hari raya Nyepi sebagai pergantian tahun saka. Dalam prosesi melasti tersebut, dilangsungkan doa bersama dipinggir pantai. Di depan umat Hindu yang berdoa, berjejer anekaragam sesaji yang ada di jepana. Di dalam jepana itu ada telur, anekaragam buah-buahan untuk dilarung ke laut, secara bersama-sama. Sesaji dilarung ke laut itu sebagai bentuk tolak bala dan syukur agar dunia ini semakin lestari.

H-1 Silence Day in Bali - Pengrupukan dan Ogoh-ogoh

(Sumber : Wikipedia) Ogoh-ogoh adalah karya seni patung dalam kebudayaan Bali yang menggambarkan kepribadian Bhuta Kala. Dalam ajaran Hindu Dharma, Bhuta Kala merepresentasikan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan. Dalam perwujudan patung yang dimaksud, Bhuta Kala digambarkan sebagai sosok yang besar dan menakutkan; biasanya dalam wujud Rakshasa. Selain wujud Rakshasa, Ogoh-ogoh sering pula digambarkan dalam wujud makhluk-makhluk yang hidup di Mayapada, Syurga dan Naraka, seperti: naga, gajah, garuda, Widyadari, bahkan dewa. Dalam perkembangannya, ada yang dibuat menyerupai orang-orang terkenal, seperti para pemimpin dunia, artis atau tokoh agama bahkan penjahat. Terkait hal ini, ada pula yang berbau politik atau SARA walaupun sebetulnya hal ini menyimpang dari prinsip dasar Ogoh-ogoh. Contohnya Ogoh-ogoh yang menggambarkan seorang teroris. Dalam fungsi utamanya, Ogoh-ogoh sebagai representasi Bhuta Kala, dibuat menjelang Hari Nyepi dan diarak beramai-ramai keliling desa pada senja hari Pangrupukan, sehari sebelum Hari Nyepi.Menurut para cendekiawan dan praktisi Hindu Dharma, proses ini melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu yang maha dashyat. Kekuatan tersebut meliputi kekuatan Bhuana Agung (alam raya) dan Bhuana Alit (diri manusia). Dalam pandangan Tattwa (filsafat), kekuatan ini dapat mengantarkan makhluk hidup, khususnya manusia dan seluruh dunia menuju kebahagiaan atau kehancuran. Semua ini tergantung pada niat luhur manusia, sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia dalam menjaga dirinya sendiri dan seisi dunia.

Menonton Ogoh-ogoh merupakan hal wajib selama saya masih melewati Nyepi di Bali.Bukan karena turut serta ramai atau merasa arak-arakan tersebut sekedar menarik tapi karena dibalik ritual tersebut tersimpan makna yang luar biasa dalam. Dulunya, saat belum begitu paham tentang tata perayaan ini saya selalu merasa ketakutan meskipun begitu besar keinginan hati untuk melihatnya dari dekat karena ogoh-ogoh hampir sebagian besar menampakkan sisi buruk dari maklhuk hidup. Seiring waktu makin bisa menyesuaikan, makin larut dengan suasana dan kebudayaan tanah ini, saya pun makin terbiasa dan makin dalam menaruh minat untuk mengetahuinya.

Malam ini saya bersama kawan-kawan OMK PRKKD menghabiskan dua jam lebih melewati kemacetan demi menyaksikan Ogoh-ogoh yang beranekaragam dan rupa. Dari rupa raksasa sampai Dewa-Dewi tampan dengan musik pengiring yang juga anai-anai. Dari Musik modern sampai musik tradisinal Bali. Yang luar biasa dari peristiwa ini, bukan hanya Pemuda dan Pemudi yang menyatu dalam rombongan ogoh-ogoh ini tetapi juga anak-anak kecil yang juga memanggul ogoh-ogoh mereka. Sungguh ogoh-ogoh, dengan ukuran dan dimensi yang lebih mini dari ogoh-ogoh asli :p Untuk kedua kalinya terbersit di pikiran saya : If I'm Balinese? Could I?

H Silence Day - NYEPI

Bali terkenal dengan keindahan alam, Seni dan Budayanya serta Tradisi.
Satu hal yang menarik dari Status teman saya yang Ia pasang H-1 Silence Day.

1. Cuma BALI yg bisa "STOP" penerbangan INTERNATIONAL 1 hari full :)*goverment never do it, but BALI??? Every year.. :D *
2. Cm BALI yg bs bikin KOSONG jalanan 1 HARI FULL, no traffic.. :D no polusi
3. Cm BALI yg bs bikin pulau jd GELAP, hening, sunyi.1 hari FULL.♡ Go Green :D
4. Cm org2 BALI yg pny SMNGT yg tinggi jln b.kilo2, gak peduli panas/ujan yg penting niat buat melasti (˘ʃƪ˘)
PROUD to be BALINESE

#And I'm Happy Live in Bali :)

Kadang banyak hal yang sulit dipahami tapi cukup dinikmati saja, begitulah yang saya rasakan saat saya menyaksikan KEHIDUPAN DI BALI. Banyak hal yang menimbulkan pertanyaan dan pernyataan baru, menariknya saya tidak mau terburu-buru mencari tau karena sepertinya semua punya kesempatannya sendiri untuk menjadi hal terdepan di pikiran saya. Untuk dipikirkan, diperdalam kemudian disimpan dengan baik sebagai HARTA yang mesti dibagikan kepada penerus-penerus hidup ini dikemudian hari.

Seperti saat saya membaca Bilangan Fu' karya Ayu Utami, tentang bagaimana Hidup berdampingan dengan alam yang serasi dan seimbang.


Segenap Onderdil tubuh saya Mengucapkan : SELAMAT HARI RAYA NYEPI CAKA 1934

(to be continue)

0 komentar: