Harus Pura-Pura Terus?
Aku terduduk, diam hampir berpuluh-puluh menit menatap kosong dinding rapuh kamar sempit berjeruji. Tembok bata yang berplester putih tak rapih sebelumnya itu sekarang hampir kelabu pucat tergerus masa dan alam yang lembab tak mau tau.Sungguh, sudah lama aku disini bersitegang dengan pikiranku sendiri. Pernah terbersit 'terlalu idealis itu kadang menyeramkan' samalah dengan kondisiku saat ini. Terbujur hampir tak melakukan apapun kecuali berseru nafas yang memburu dari kedalaman rongga dadaku yang -jujur- kian sesak dengan ber-ton.ton keinginan, harapan bahkan mimpi yang membutuhkan kilauan Mukjizat.
Ah...!Realistis - Rasional - Kognitif - Parameter - bla/bla/bla
Hampir semaput aku mengusahakan cara dan suasana Hidup secara normal, wajar, apa adanya. Tak muluk, mengalir seumpama mata air pegunungan. Ikuti saja arus membawa dan angin yang menggila. Namun aku tak cukup kuat menahan bantingan MASA KEGIGIHAN, KEBERANIAN DAN OPTIMISME dari sendi-sendi tubuh yang entah darimana datangnya makin hari makin membludak memenuhi ruas-ruas tubuh secara tak beraturan. TAK TERKONTROL! Penuh emosi, perasaan tak terkendali, ketakutan menyerang. Takut bilamana intuisi-intuisi itu rapuh dimakan rayap usia dan takdir! Takut ternyata aku hanya sebatas menggenggam udara kosong Imajinasi yang katanya menambah jiwa lebih muda 80% (lagi-lagi itu opini konyolku)
Masih dalam perangkap pengap ruang sempit ini, tak ada sedikitpun perkembangan terkini yang berarti kecuali tangisan yang kian membanjiri kedua bagian dari wajah yang konon disebut 'pipi' (untung saja dia masih mampu dialiri). Aku kembali memuaskan diri dengan air mata dan keluhan biasa. Semuanya PROSES, Kesabaran dan ketegaranmu dibayar mahal tepat pada waktunya. Aku disini dihukum pilihan hidupku sendiri, kesalahan yang mungkin tak baik jika terus saja kusesali. Aku hanya pernah menelantarkan DIA yang dinamai 'TALENTA', pada suatu hari Aku akan menjemputnya kembali. Sekarang Disini, Aku Syukuri.
0 komentar: